LEPAS
Aku
diam, termenung dengan tatapan kosong. Senyummu masih terlihat jelas
diingatanku. Senyuman yang menguatkanku dan memberiku kedamaian saat
melihatnya. Kemana senyuman itu sekarang?
Aku
termenung memikirkannya kembali. Mengingat masa lalu yang indah, sekaligus
menyakitkan.
☆☆☆
2001
Kau
terjatuh lagi, didorong oleh anak anak yang lebih tua darimu. Kau menangis
sekencang kencangnya. Dan aku, layaknya pahlawan super di kartun favoritku
datang menyelamatkanmu dengan jubah berwarna merah dan topeng mainan yang
dibelikan ibuku. Aku mengambil sapu yang kebetulan berada disampingku dan
menghadang mereka.
"Jangan
sakiti dia!" Dan anak anak itu berlari ketakutan
Kau
masih terisak isak dengan tangismu.
"Tiara,
Kamu gak papa?"
"Mm!"
Kau mengangguk
dan tersenyum, dan yang kutahu saat itu, itulah hal yang paling menyenangkan dalam hidupku setelah dibolehkan bemain
ps oleh ibu.
"Tapi
itu kan lututmu kan luka, jadi harus aku obatin" aku menempelkan plester
di lukamu. "Sekarang udah gapapa!
Tiara jalan sambil pegangin aku aja ya? Biar gak jatuh." Aku memegang
tanganmu, membawamu pulang. Saat itu, yang kupikirkan hanyalah melindungimu
dari orang orang jahat,itu saja. Kaupun pulang dengan selamat. Dan keesokan
harinya kita bermain seperti biasa, layaknya anak anak lainnya, berlarian kesana
kemari dan tertawa dengan polosnya. Ah, aku sangat merindukan masa -masa itu.
Masa kecil memang
benar benar masa masa terindah.
2003
Seiring
berjalannya waktu, Kami pun memasuki sekolah dasar, akan tetapi kau berada dikelas yang berbeda
dan itu membuatku sedikit merasa sedih. Walau begitu, saat istirahat kita
selalu menghabiskan jam istirahat bersama, dan saat pulang tentu saja kita
pulang bersama. Aku masih ingat,
kehangatan tanganmu yang masih saja kugenggam dengan erat, seakan tanganmu
adalah sesuatu yang tidak boleh kulepas kemanapun ku pergi.
"Radi
gak akan ninggalin aku kan?" Tiba tiba berbicara, Kau menatapku penuh
harap.
"Iya
dong! Radi kan sayang Tiara!" Kataku percaya diri, tanpa mengerti apa
makna sebenarnya dari rasa sayang itu.
Kau
tersenyum dan kembali berjalan bersamaku.
2007
Kami
mulai memasuki masa smp. Aku senang sekali, kali ini aku sekelas denganmu.
Awalnya kita masih selalu bersama, namun di tahun ke-2,ada sesuatu yang aneh
denganmu. kau mulai menjaga jarak denganku. Kau masih banyak bercerita seperti
biasanya, tetapi kau terlihat merasa risih saat aku mulai memegang tanganmu.
Tiara, ada apa denganmu? Dari jauh, aku mulai memperhatikanmu diam diam. Kau
mulai mengenakan hijab. Terlihat manis sekali. Semakin lama, seiring
berjalannya waktu tanganmu mulai menolak jika kugenggam. Ada rasa perih di
sudut hatiku. Apakah aku punya salah kepadamu, Tiara?
2010
Masa
SMP telah berakhir, dan masa masa yang indah bagi sebagian orang pun datang,
walau tidak bagiku. Kau semakin menjauh. Dan itu membuat rasa sakit dihati ini terasa semakin
jelas. Beriringan dengan hijabmu yang semakin memanjang. Kau, entah kenapa tidak ingin berjalan pulang
ataupun makan bersamaku lagi. Seperti kau benar benar memusuhiku. Apa salahku?
Disaat kau menjauhiku seperti ini, tumbuhlah benih cinta di hatiku beriring
dengan rasa sakit yang kurasakan
Mengapa ini terjadi? Aku mulai mencari tahu, dan yang
kudapatkan di
situs situs internet adalah bahwa kau menjauhi ku karena terlalu dekat dengan
lelaki dilarang oleh agama. Benarkah itu? Aku mulai mencari cari, dan karena
aku merasa sangat penasaran aku ingin membuktikannya. Aku mencegatmu saat pulang sekolah dan
membawamu ke halaman belakang sekolah dengan sedikit paksaan.
"Tiara
Arazita Zahra, Mengapa kau menjauhiku secara tiba tiba? Apa kah kau membenciku?
Aku berjanji tidak akan meninggalkanmu. Tapi kenapa kau yang menjauhiku?!"
Aku bertanya padamu. Dan kau melihatku dengan ekspresi kaget.
"Rudi,
mm.. gimana ya.. kita...ada sesuatu yang salah, dengan hubungan kita"
"maksudmu?"
"Lupakan
saja. Untuk sementara, kita jauhan dulu, ya?"
kau
tersenyum tipis. Haha. Dugaanku mungkin benar. Kalau itu maumu, aku akan
menunggu hingga kita berdua sama sama siap. Aku tak tahu apakah kau mencintaiku
ataukah tidak. Tapi walau dengan perasaan sepihak ini, aku berani mengungkapkan
perasaanku, pada waktu yang tepat tentunya.
2015
Aku
mulai lulus dari SMA. Aku tidak tahu lagi bagaimana hubunganku denganmu. Saat
ini, kita benar benar menjaga jarak. Aku mendaftar dan lolos di Universitas
Gajah Mada, salah satu Universitas ternama di Indonesia. Syukurlah. Dan aku
tidak menyangka kau begitu pandai hingga mendapatkan juara 1 umum di sekolah.
Kau lolos di Universitas Indonesia. Dengan jarak sejauh itu. Sangat wajar jika
kita tak saling berkomunikasi lagi. Masing masing dari kita fokus mengejar
cita-cita, bukan mengejar cinta. Seiring berjalannya waktu, aku lolos S1
setelah 5 tahun berusaha mengejar ilmu. Dan aku berencana melanjutkan
pendidikan S2 ku di Universitas Indonesia. Universitas Indonesia ya... itu mengingatkanku
padamu. Kamu apa kabar ya sekarang? Apakah kau makan dengan baik? Apakah kau..
setidaknya... masih mengingatku? Aku teringat dengan masa laluku. Ah.. Bukankah
dahulu aku berencana untuk melamarmu? Tidak. Waktunya belum tepat. Baiklah, Aku
akan melanjutkan pendidikanku dan mencari pekerjaan lalu melamarmu. Tunggulah, Aku bertekad.
Beberapa
tahun kemudian, aku lolos S2 dan mendaftar menjadi dosen di UI. Dan
alhamdulillah, Aku diterima. Lalu apa lagi yang kutunggu? Kamu. Iya,dirimu. Aku mencari
dirimu. Dimana kau tinggal, Jurusan yang kau ambil, bagaimana kabarmu, aku
bertanya pada orang orang di Universitas. Dan pada akhirnya, aku menemukan
nomor teleponmu. Aku menghubungimu lewat sms berisi ajakan untuk bertemu di
sebuah taman dekat universitas.
Dan
aku melihatmu.
Kau
terlihat cantik dengan kerudung birumu yang terbang tertiup angin. Tatapan mu
masih sama, lembut seperti biasanya.
"Ada
apa kau memanggilku?" Tanyamu singkat
"Hey.
Apa-a- apa kau mau... jika aku
menikahimu?"
Wuuuush.....
Hening..
Kau
terdiam.
"A-apa
kau keberatan? Tidak. Sebelumnya, apa kau.. masih mengingat Radi, teman
kecilmu?"
Hening
kembali
"Radi
ya.. tentu saja, aku masih mengingatnya.."
Kau
bergumam kecil
"Begini,
Radi. Sebenarnya minggu depan aku akan melanjutkan pendidikanku ke mesir. Aku tidak tahu
berapa lama tepatnya. Dan saat aku pulang ke indonesia, datangilah ayahku dan
tunggulah jawaban dariku. Dapatkah kau melakukannya?" Kau tersenyum.
Senyuman yang masih sama sejak 14 tahun yang lalu. Senyuman yang membuatku
merasa damai saat melihatnya.
"Tentu.
Aku akan menunggumu . Sampai kapanpun, Insya Allah. "
Aku
meyakinkan diriku sendiri.
---
Dan
waktu yang tersisa, waktu untuk menunggumu, kugunakan untuk bekerja, dan
menabung untuk menghalalkanmu. Rencana rencana di pikiranku mulai tergambar.
Haha. Rasa percaya diriku tinggi sekali. Padahal kau belum tentu setuju dengan
rencana ini. Tapi tetap saja, aku akan menabung dan menunggu. Aku akan
menunggu. Aku akan selalu menunggumu
2017
Hari
ini adalah hari yang berharga bagiku. Hari ini Aku mendapat panggilan dari
salah seorang temanmu. Katanya, kau akan kembali ke rumah sore ini. Aku sangat
tidak sabar! Aku sangat menantikannya, Tiara. Aku sangat menantikan
kedatanganmu, kau tahu? Pagi ini, aku mempersiapkan kata kata yang tepat untuk
berbicara dengan ayahmu karena aku akan datang kerumahmu esok pagi. Aku
bersemangat sekali! Kata demi kata yang terbata bata mulai keluar dari mulutku
saat latihan. Aku latihan memperkenalkan diri. Seperti anak baru di suatu
sekolah yang tidak mengerti apa-apa. Aku latihan setiap saat, hingga kurasa
cara bicara ku sudah lancar.
Lalu
aku menunggu, menunggu, dan menunggu hingga pagi tiba. Mengapa kabar tentangmu tak kunjung datang?
Seharusnya temanmu itu sudah menghubungiku sejak malam, kan? Apakah dia lupa?
Aku mencoba menghubunginya.
"Assalamualaikum?
Halo? Ras?"
"I-iya
di? A-da apa ya?" Laras terdengar terbata bata
"Gimana
kabar Tiara? Apa dia udah sampai Jakarta? Kenapa kamu gak ngasih kabar tadi
malam?" Aku mencoba menanyakan kabarmu padanya
Dia
terdiam di seberang sana. Entah apa yang dia pikirkan.
Hening.
"ah..
Dia... meninggal dunia.. pesawatnya kecelakaan malam tadi..."
Hening
kembali
Aku
diam. Berusaha mencerna apa yang terjadi.
"Kecelakaan?
Haha. Jangan main-main deh kamu. Gak baik loh mainin nyawa orang" aku
berusaha mengelak dari apa yang terjadi sebenarnya.
"Radi,
sadarlah! Aku serius! Tiara Arazita Zahra.. telah tiada! Dia meninggal
dunia!"
Jleb.
Aku
masih tidak percaya akan apa yang terjadi.
"K-kamu
bohong kan?" Pikiranku mulai kemana mana. kaget dan panik, keringat dingin
mulai bercucuran
"Aku
tidak bohong Radi. Kalau kau tidak percaya, datang saja ke rumahnya. Kau akan
menyaksikannya sendiri. Sudah ya, aku tutup dulu. Assalamualaikum"
Aku
tidak menjawab salamnya, tenggorokanku terasa tercekat.
Tes..
Tanpa
sadar air mataku terjatuh begitu saja.
Apa
yang terjadi padamu, Tiara?
Tolong,
beritahu aku.
Datanglah
kepadaku saat ini dan beritahu aku, kalau kau masih hidup.
Tolonglah
aku,Tiara!
Semakin
kupikirkan, air mataku semakin banyak yang jatuh membebaskan dirinya.
Aku menangis.
------
Hey
Tiara, Kau tahu?
Pada
akhirnya..
Aku
masih disini.
Aku
masih di tempat ini.
Menunggumu,
dan akan selalu menunggumu.
Walau
kutahu, kau tak akan pernah kembali.
Aku
tidak mengira
Kalau
aku akan seegois ini.
Merindukanmu,
mengingatmu
Meratapi
senyumanmu..
Senyuman
yang menguatkanku
Senyuman
yang mendamaikanku
Senyuman
terakhir, yang kau berikan padaku
Saat
itu..
Aku
diam, aku tak peduli
Sekitarku
terasa hampa
Yang
ada hanyalah
Segenggam
kerinduan
Apakah
aku harus melepasmu?
Apakah
aku harus mengikhlaskanmu?
Karena
semua ini telah berakhir..
Maka,
aku hanya dapat mengucapkan
Selamat
tinggal, Tiara
Selamat
jalan..
Aku
melepasmu dan berharap
Semoga
kau bahagia
Dan
tetap merindukanku
Di
alam sana
--selesai—
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus