Kamis, 14 Februari 2019

Lepas


LEPAS
Aku diam, termenung dengan tatapan kosong. Senyummu masih terlihat jelas diingatanku. Senyuman yang menguatkanku dan memberiku kedamaian saat melihatnya. Kemana senyuman itu sekarang?
Aku termenung memikirkannya kembali. Mengingat masa lalu yang indah, sekaligus menyakitkan.
☆☆☆
2001
Kau terjatuh lagi, didorong oleh anak anak yang lebih tua darimu. Kau menangis sekencang kencangnya. Dan aku, layaknya pahlawan super di kartun favoritku datang menyelamatkanmu dengan jubah berwarna merah dan topeng mainan yang dibelikan ibuku. Aku mengambil sapu yang kebetulan berada disampingku dan menghadang mereka.
"Jangan sakiti dia!" Dan anak anak itu berlari ketakutan
Kau masih terisak isak dengan tangismu.
"Tiara, Kamu gak papa?"
"Mm!" Kau mengangguk dan tersenyum, dan yang kutahu saat itu, itulah hal yang paling menyenangkan dalam hidupku setelah dibolehkan bemain ps oleh ibu.
"Tapi itu kan lututmu kan luka, jadi harus aku obatin" aku menempelkan plester di lukamu.  "Sekarang udah gapapa! Tiara jalan sambil pegangin aku aja ya? Biar gak jatuh." Aku memegang tanganmu, membawamu pulang. Saat itu, yang kupikirkan hanyalah melindungimu dari orang orang jahat,itu saja. Kaupun pulang dengan selamat. Dan keesokan harinya kita bermain seperti biasa, layaknya anak anak lainnya, berlarian kesana kemari dan tertawa dengan polosnya. Ah, aku sangat merindukan masa -masa itu. Masa kecil memang benar benar masa masa terindah.
2003
Seiring berjalannya waktu, Kami pun memasuki sekolah dasar,  akan tetapi kau berada dikelas yang berbeda dan itu membuatku sedikit merasa sedih. Walau begitu, saat istirahat kita selalu menghabiskan jam istirahat bersama, dan saat pulang tentu saja kita pulang bersama.  Aku masih ingat, kehangatan tanganmu yang masih saja kugenggam dengan erat, seakan tanganmu adalah sesuatu yang tidak boleh kulepas kemanapun ku pergi.
"Radi gak akan ninggalin aku kan?" Tiba tiba berbicara, Kau menatapku penuh harap.
"Iya dong! Radi kan sayang Tiara!" Kataku percaya diri, tanpa mengerti apa makna sebenarnya dari rasa sayang itu.
Kau tersenyum dan kembali berjalan bersamaku.


2007
Kami mulai memasuki masa smp. Aku senang sekali, kali ini aku sekelas denganmu. Awalnya kita masih selalu bersama, namun di tahun ke-2,ada sesuatu yang aneh denganmu. kau mulai menjaga jarak denganku. Kau masih banyak bercerita seperti biasanya, tetapi kau terlihat merasa risih saat aku mulai memegang tanganmu. Tiara, ada apa denganmu? Dari jauh, aku mulai memperhatikanmu diam diam. Kau mulai mengenakan hijab. Terlihat manis sekali. Semakin lama, seiring berjalannya waktu tanganmu mulai menolak jika kugenggam. Ada rasa perih di sudut hatiku. Apakah aku punya salah kepadamu, Tiara?
2010
Masa SMP telah berakhir, dan masa masa yang indah bagi sebagian orang pun datang, walau tidak bagiku. Kau semakin menjauh. Dan itu membuat rasa sakit dihati ini terasa semakin jelas. Beriringan dengan hijabmu yang semakin memanjang.  Kau, entah kenapa tidak ingin berjalan pulang ataupun makan bersamaku lagi. Seperti kau benar benar memusuhiku. Apa salahku? Disaat kau menjauhiku seperti ini, tumbuhlah benih cinta di hatiku beriring dengan rasa sakit yang kurasakan
 Mengapa ini terjadi? Aku mulai mencari tahu, dan yang kudapatkan di situs situs internet adalah bahwa kau menjauhi ku karena terlalu dekat dengan lelaki dilarang oleh agama. Benarkah itu? Aku mulai mencari cari, dan karena aku merasa sangat penasaran aku ingin membuktikannya. Aku mencegatmu saat pulang sekolah dan membawamu ke halaman belakang sekolah dengan sedikit paksaan.
"Tiara Arazita Zahra, Mengapa kau menjauhiku secara tiba tiba? Apa kah kau membenciku? Aku berjanji tidak akan meninggalkanmu. Tapi kenapa kau yang menjauhiku?!" Aku bertanya padamu. Dan kau melihatku dengan ekspresi kaget.
"Rudi, mm.. gimana ya.. kita...ada sesuatu yang salah, dengan hubungan kita"
"maksudmu?"
"Lupakan saja. Untuk sementara, kita jauhan dulu, ya?"
kau tersenyum tipis. Haha. Dugaanku mungkin benar. Kalau itu maumu, aku akan menunggu hingga kita berdua sama sama siap. Aku tak tahu apakah kau mencintaiku ataukah tidak. Tapi walau dengan perasaan sepihak ini, aku berani mengungkapkan perasaanku, pada waktu yang tepat tentunya.
2015
Aku mulai lulus dari SMA. Aku tidak tahu lagi bagaimana hubunganku denganmu. Saat ini, kita benar benar menjaga jarak. Aku mendaftar dan lolos di Universitas Gajah Mada, salah satu Universitas ternama di Indonesia. Syukurlah. Dan aku tidak menyangka kau begitu pandai hingga mendapatkan juara 1 umum di sekolah. Kau lolos di Universitas Indonesia. Dengan jarak sejauh itu. Sangat wajar jika kita tak saling berkomunikasi lagi. Masing masing dari kita fokus mengejar cita-cita, bukan mengejar cinta. Seiring berjalannya waktu, aku lolos S1 setelah 5 tahun berusaha mengejar ilmu. Dan aku berencana melanjutkan pendidikan S2 ku di Universitas Indonesia. Universitas Indonesia ya... itu mengingatkanku padamu. Kamu apa kabar ya sekarang? Apakah kau makan dengan baik? Apakah kau.. setidaknya... masih mengingatku? Aku teringat dengan masa laluku. Ah.. Bukankah dahulu aku berencana untuk melamarmu? Tidak. Waktunya belum tepat. Baiklah, Aku akan melanjutkan pendidikanku dan mencari pekerjaan lalu melamarmu.  Tunggulah, Aku bertekad.
Beberapa tahun kemudian, aku lolos S2 dan mendaftar menjadi dosen di UI. Dan alhamdulillah, Aku diterima. Lalu apa lagi yang kutunggu? Kamu. Iya,dirimu. Aku mencari dirimu. Dimana kau tinggal, Jurusan yang kau ambil, bagaimana kabarmu, aku bertanya pada orang orang di Universitas. Dan pada akhirnya, aku menemukan nomor teleponmu. Aku menghubungimu lewat sms berisi ajakan untuk bertemu di sebuah taman dekat universitas.
Dan aku melihatmu.
Kau terlihat cantik dengan kerudung birumu yang terbang tertiup angin. Tatapan mu masih sama, lembut seperti biasanya.
"Ada apa kau memanggilku?" Tanyamu singkat
"Hey. Apa-a- apa kau mau... jika aku  menikahimu?"
Wuuuush.....
Hening..
Kau terdiam.
"A-apa kau keberatan? Tidak. Sebelumnya, apa kau.. masih mengingat Radi, teman kecilmu?"
Hening kembali
"Radi ya.. tentu saja, aku masih mengingatnya.."
Kau bergumam kecil
"Begini, Radi. Sebenarnya minggu depan aku akan melanjutkan pendidikanku ke mesir. Aku tidak tahu berapa lama tepatnya. Dan saat aku pulang ke indonesia, datangilah ayahku dan tunggulah jawaban dariku. Dapatkah kau melakukannya?" Kau tersenyum. Senyuman yang masih sama sejak 14 tahun yang lalu. Senyuman yang membuatku merasa damai saat melihatnya.
"Tentu. Aku akan menunggumu . Sampai kapanpun, Insya Allah. "
Aku meyakinkan diriku sendiri.

---
Dan waktu yang tersisa, waktu untuk menunggumu, kugunakan untuk bekerja, dan menabung untuk menghalalkanmu. Rencana rencana di pikiranku mulai tergambar. Haha. Rasa percaya diriku tinggi sekali. Padahal kau belum tentu setuju dengan rencana ini. Tapi tetap saja, aku akan menabung dan menunggu. Aku akan menunggu. Aku akan selalu menunggumu

2017
Hari ini adalah hari yang berharga bagiku. Hari ini Aku mendapat panggilan dari salah seorang temanmu. Katanya, kau akan kembali ke rumah sore ini. Aku sangat tidak sabar! Aku sangat menantikannya, Tiara. Aku sangat menantikan kedatanganmu, kau tahu? Pagi ini, aku mempersiapkan kata kata yang tepat untuk berbicara dengan ayahmu karena aku akan datang kerumahmu esok pagi. Aku bersemangat sekali! Kata demi kata yang terbata bata mulai keluar dari mulutku saat latihan. Aku latihan memperkenalkan diri. Seperti anak baru di suatu sekolah yang tidak mengerti apa-apa. Aku latihan setiap saat, hingga kurasa cara bicara ku sudah lancar.
Lalu aku menunggu, menunggu, dan menunggu hingga pagi tiba.  Mengapa kabar tentangmu tak kunjung datang? Seharusnya temanmu itu sudah menghubungiku sejak malam, kan? Apakah dia lupa? Aku mencoba menghubunginya.
"Assalamualaikum? Halo? Ras?"
"I-iya di? A-da apa ya?" Laras terdengar terbata bata
"Gimana kabar Tiara? Apa dia udah sampai Jakarta? Kenapa kamu gak ngasih kabar tadi malam?" Aku mencoba menanyakan kabarmu padanya
Dia terdiam di seberang sana. Entah apa yang dia pikirkan.
Hening.
"ah.. Dia... meninggal dunia.. pesawatnya kecelakaan malam tadi..."
Hening kembali
Aku diam. Berusaha mencerna apa yang terjadi.
"Kecelakaan? Haha. Jangan main-main deh kamu. Gak baik loh mainin nyawa orang" aku berusaha mengelak dari apa yang terjadi sebenarnya.
"Radi, sadarlah! Aku serius! Tiara Arazita Zahra.. telah tiada! Dia meninggal dunia!"
Jleb.
Aku masih tidak percaya akan apa yang terjadi.
"K-kamu bohong kan?" Pikiranku mulai kemana mana. kaget dan panik, keringat dingin mulai bercucuran
"Aku tidak bohong Radi. Kalau kau tidak percaya, datang saja ke rumahnya. Kau akan menyaksikannya sendiri. Sudah ya, aku tutup dulu. Assalamualaikum"
Aku tidak menjawab salamnya, tenggorokanku terasa tercekat.
Tes..
Tanpa sadar air mataku terjatuh begitu saja.
Apa yang terjadi padamu, Tiara?
Tolong, beritahu aku.
Datanglah kepadaku saat ini dan beritahu aku, kalau kau masih hidup.
Tolonglah aku,Tiara!
Semakin kupikirkan, air mataku semakin banyak yang jatuh membebaskan dirinya.
Aku menangis.

------

Hey Tiara, Kau tahu?
Pada akhirnya..
Aku masih disini.
Aku masih di tempat ini.
Menunggumu, dan akan selalu menunggumu.
Walau kutahu, kau tak akan pernah kembali.

Aku tidak mengira
Kalau aku akan seegois ini.
Merindukanmu, mengingatmu
Meratapi senyumanmu..
Senyuman yang menguatkanku
Senyuman yang mendamaikanku
Senyuman terakhir, yang kau berikan padaku
Saat itu..

Aku diam, aku tak peduli
Sekitarku terasa hampa
Yang ada hanyalah
Segenggam kerinduan

Apakah aku harus melepasmu?
Apakah aku harus mengikhlaskanmu?
Karena semua ini telah berakhir..
Maka, aku hanya dapat mengucapkan
Selamat tinggal, Tiara
Selamat jalan..
Aku melepasmu dan berharap
Semoga kau bahagia
Dan tetap merindukanku
Di alam sana

--selesai—










1 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus